Sebelum nya saya akan menjelaskan secara singkat apa itu Resensi.
Resensi adalah suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya, baik itu buku, novel, majalah, komik, film, kaset, CD, VCD, maupun DVD. Tujuan resensi adalah menyampaikan kepada para pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.
oke, mari kita lanjut membahas mengenai buku Revolusi Di Nusa Damai ini.
Judul : Revolusi Di Nusa Damai
Penulis : K’tut Tantri
Penerjemah : Agus Setiadi
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : II, Agustus 2006
Tebal : 368 hlm ; 23 cm
“Saya berusaha memaparkan cita-cita bangsa Indonesia pada seluruh rakyat di dunia – yaitu kemerdekaan, hak untuk membangun negara sendiri. Saya juga ingin menandaskan pada Belanda – dan sedikit banyak juga pada Inggris – mengenai kesalahan besar yang mereka lakukan selama ini.” (hal 242)
kalimat tersebut adalah kalimat yang di sampaikan oleh K'tut Tantri saat di wawancarai mengenai keterlibatan nya terhadap proses kemerdekaan negara Republik Indonesia.
K’tut Tantri adalah nama dari seorang wanita berkebangsaan Amerika keturunan Inggris yang dulu pernah tinggal selama lima belas tahun di Indonesia dimulai dari tahun 1932 hingga 1947. K'tut Tantri awal nya hanya seorang jurnalis yang menulis artikel tentang bintang-bintang Hollywood, dalam bentuk wawancara maupun artikel yang di muat di luar negeri, dalam majalah-majalah perfilman Inggris. namun Ia memiliki minat lebih dalam pada bidang seni lukis.
padas suatu sore, ketika Ia sedang berjalan kaki di depan Hollywood Boulevard. Ia berhenti di depan sebuah gedung bioskop kecil yang saat itu memutar sebuah film luar negeri. Pada saat itu juga hati nya merasa tertarik untuk menyaksikan sebuah film berjudul Bali, Surga Terakhir. film itu menjelaskan mengenai kedamaian, kelegaan hati, keindahan dan rasa kasih sayang yang di perankan oleh para penduduk Bali dan para petani di desa.
sejak saat itu, K'tut Tantri memutuskan bahwa Ia harus datang ke tempat bernama Bali tersebut untuk mendapatkan kedamaian yang selama ini Ia cari. perjalanan nya saat itu di mulai dari kota New York. di suatu pagi pada bulan November. saat itu K'tut naik sebuah kapal barang kecil yang akan berlayar ke Asia Timur. dalam pelayaran nya, Ia memunggah muatan di Afrika, India , Cina, Semenanjung Malaya dan Sumatra. kapal yang Ia tumpangi berlayar selama berbulan-bulan dan Ia adalah satu-satunya penumpangnya.
Takdir membawanya bertemu dengan Raja Bali yang mengangkatnya menjadi anak keempat dan memberinya nama baru ‘K’tut Tantri’. dari situlah asal mula Ia memiliki sebuah nama bali yaitu K'tut Tantri. Perilaku masyarakat Bali membuat dirinya kerasanan untuk tetap tinggal disana, iapun membangun sebuah hotel di Kuta untuk membiayai hidupnya, bukan hal yang mudah karena pemerintahan kolonial Belanda tak menyukai dirinya bergaul serta dekat dengan penduduk setempat. pemerintah kolonial Belanda saat itu merasa dilecehkan karena tidak sepantas nya orang berkulit putih bergaul dengan orang berkulit hitam yang biasanya dijadikan budak oleh orang kulit putih.
saat itu Ia juga melihat bagaimana penduduk Bali harus hidup dalam kemiskinan akibat sistem kolonial yang mengabaikan kesejahteraan tanah jajahannya. Anak Agung Nura, putera Raja Bali menggerakkan hatinya untuk turut dalam kancah politik guna menentang pemerintahan Belanda. sejak saat itu K'tut Tantri sering berurusan dengan pemerintah kolonial Blenda yang tidak menyukai dirinya dan selalu mencari-cari kesalahan dari nya. namun K'tut yang di kenal sebagai orang yang sangat baik dan ramah oleh penduduk setempat, selalu mendapatkan bantuan dan dukungan dari orang-orang sekitar nya.
Ia juga turut berjuang bersama Bung Tomo dalam menyuarakan kemerdekaan indonesia di Radio Pemberontak (Surabaya). Kemudian bekerja untuk Kementerian Penerangan dan Pertahanan di Jogya. Tugasnya antara lain menyebarluaskan informasi mengenai keadaan Indonesia dalam bahasa Inggris dalam pidato radio, menembus blokade Belanda menuju Singapura, menyeludupkan utusan Liga Arab masuk Indonesia dan akhirnya menuju Australia guna mencari dukungan internasional.
pada bagian awal dari buku ini (Melanglang Buana), para pembaca akan di beri bayangan mengenai tanah eksotis Bali beserta seluruh kehidupan dan kebiasaan nya. selain pesona keindahan budaya Bali bagian ini juga mengungkap sepak terjang K’tut Tantri ketika ia berusaha untuk mewujudkan impiannya dengan mendirikan hotel di daerah Kuta Bali walau hal ini tidak mudah karena ditentang dengan keras oleh pemerintah Belanda.
pada bagian kedua (Firdaus Yang Hilang), kita tidak lagi mendapati ulasan mengenai keindahan Bali. pada bagian ini kita akan di berikan cerita yang mendalam mengenai seluruh usaha dan kerja keras K'tut Tantri di Indonesia. mulai dari penawanan, penangkapan, dipenjara selama berbulan-bulan, berpindah-pindah tempat demi menghindari tawanan belanda sampai pada akhirnya K'tut Tantri dapat bertemu dengan Soekarno dan menjalin hubungan yang erat sebagai sesama pejuang Indonesia.
Pada bagian ketiga (Berjuang demi Kemerdekaan), kisah dalam buku ini semakin menarik dan menegangkan karena selepas dari tawanan Jepang K’tut Tantri bergabung dengan para pejuang kemerdekaan di bawah pimpinan Bung Tomo. Ia bertugas meyampaikan perkembangan yang terjadi di Indonesia dalam bahasa Inggris melalui siaran Radio Pemberontak dimana di tempat ini juga Bung Tomo mengadakan siaran dua kali setiap malam untuk membakar semangat pejuang-pejuangnya. Kesannya ketika bertemu dengan Bung Tomo terungkap sbb :
"Orangnya tampan, bertubuh kecil. Umurnya saat itu paling banyak baru 26 tahun. Tindak-tanduknya menarik, selalu sederhana serta polos. Sinar matanya berkilat-kilat penuh semangat. Kemahirannya berpidato hanya bisa dikalahkan oleh Presiden Sukarno." (hal 223)
Di Australia K'tut Tantri dikenal sebagai Surabaya Sue, wanita misterius dari Jawa. Kisah K’tut Tantri dalam buku ini berakhir ketika ia kembali ke New York, Amerika Serikat, ia berada di negaranya sendiri, namun hatinya merasa hampa dan rindu pada Indonesia yang merupakan tanah air keduanya.
Kerinduan dan rasa cintanya pada Indonesia inilah yang menggerakkan dirinya untuk membuat memoar yang kemudian diterbitkan dengan berjudul Revolt in Paradise (1965). Tak disangka buku ini mendapat respon yang baik dari pembacanya baik di negaranya maupun di dunia internasional, sedikitnya buku ini telah diterjemahkan lebih dari 15 bahasa dunia.
K’tut Tantri meninggal dunia di usianya yang ke 89 di Sydney Australia pada tahun 1997. Kecintaannya pada Indonesia dibawanya hingga mati. Peti matinya ditutup bendera Merah Putih berhias warna khas Bali. Jasadnya dikremasi di Bali dan abunya ditebar disana. Ia memberikan sebuah kalimat yang seharusnya di kenang oleh orang-orang tentang dirinya :
" Mungkin saja orang Indonesia akan melupakan diriku apabila negara itu sudah benar-benar merdeka. Kenapa tidak? Aku kan hanya ombak kecil di tengah alun banjir semangat kemerdekaan." (K’tut Tantri, hal 355)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar